kpl

kpl

Pengurus Cendikiawan Muda Melayu Dilantik



BERITARIAU.COM, Pekanbaru - Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Drs Al Azhar MA mengajak para Cendikiawan Muda Melayu sebaiknya menghindarkan diri dari aktivitas politik yang sarat dengan konflik kepentingan. Sebaliknya, Al Azhar mengharapkan Cendikiawan Muda Melayu mampu menjadi motor penggerak dalam menyebarluaskan pemahaman dan mengaplikasikan pola aktifitas yang sesuai dengan Budaya Melayu di kalangan Pemuda dan Remaja dalam kehidupan sehari-hari.

“Cendikiawan diibaratkan sebagai orang yang berumah diatas angin. Oleh sebab itu, cendekiawan tak boleh terbawa arus perpolitikan yang kadang kehulu kadang kehilir,” kata Al Azhar dalam sambutannya usai melantik pengurus Cendikiawan Muda Melayu periode 2013 – 2015 di Balai Adat Melayu Riau, Minggu (23/06/2013).

Al Azhar berharap agar pengurus baru benar-benar mampu menjalankan Amanah dengan sebaik-baiknya. Dalam mengemban tugas sebagai pengurus baru, Al Azhar pun bersedia menyediakan fasilitas yang telah tersedia di gedung Balai Adat Melayu sebagai tempat kegiatan Cendekiawan Muda Melayu jika diperlukan.

Usai dilantik, Ketua Umum Cendikiawan Muda Melayu, Syu’ib mengatakan, melalui organisasi ini, para mahasiswa yang memiliki kepedulian akan kondisi melayu saat ini dapat berkumpul dan menyusun program dan kegiatan serta pemikiran sesuai tujuannya didirikan.

Diungkapkan Syu’ib, Cendekiawan Muda Melayu didirikn berawal dari diskusi antara sesama mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (UR) yang membahas kondisi masyarakat melayu yang saat ini sangat memprihatinkan baik dari segi pendidikan, ekonomi maupun budaya.

“Dan kemudian, diskusi itu pun dilanjutkan bersama mahasiswa dari Fakultas Budaya dan Sastra Universitas Lancang Kuning. Ternyata, mereka juga memberikan pandangan dan pemikiran yang serupa,” cerita Syu’ib.

Setelah melalui beberapa diskusi, lanjut Syu’ib, munculah gagasan untuk berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan membentuk suatu organisasi yang akhirnya diberi nama Cendekiawan Muda Melayu. Namun, ungkap Syu’ib, sebelumnya, beberapa mahasiswa terlebih dahulu menemui Ketua LAM Riau untuk meminta pandangan dan pertimbangan. “Hajat ini pun ternyata disambut baik oleh Ketua LAM Riau,” kata Syu’ib.

Akhirnya, pada Jum’at 05 April 2013 lalu, digelar rapat pembentukan Cendekiawan Muda Melayu di Kampus UR dan dibentulah panitia pembentukan Cendekiawan Muda Melayu.

kurang lebih 80 orang ini berlansung hikmat sampai akhir. Tema yang diangkat adalah “.
Sekretaris Panitia Pelaksana, Pebrizon yang juga dilantik sebagai Ketua Bidang Kemahasiswaan dan Kepemudaan, menyampaikan sebanyak 36 orang Pengurus dan 6 orang Dewan Pengawas yang baru dilantik ini tidak putus dijalan seperti kebanyakan organisasi lain yang baru dibentuk. Ia berharap, akan ada pelantikan berikutnya yakni pengurus 2015-2017 dan seterusnya.

Acara pelantikan tersebut dihadiri sekitar 100 orang dengan mengangkat tema ‘Melayu itu Aku dan Negeriku’. Berbagai sumbangan pemikiran dari Al Azhar saat sambutan disimak dengan seksama sejumlah orang yang hadir. [rls]

 

Cendekiawan Muda Melayu Dilantik


26 Juni 2013 - 09.01 WIB

PEKANBARU(RP)- Pengurus Cendekiawan Muda Melayu Riau dilantik Ketua Lembaha Adat Melayu Riau (LAM) Riau Al azhar, Ahad (23/6) di Balai Adat Melayu Riau.

Pelantikan yang berlangsung khidmat dan mengangkat tema ‘’Melayu Itu Aku dan Negeriku’’ ini dihadiri sekitar seratus undangan.

Sekretaris Pelaksana Pebrizon yang juga Ketua Bidang Kemahasiswaan dan Kepemudaan yang dilantik dalam laporannya mengatakan, pengurus Cendekiawan Muda Melayu yang dilantik ini berjumlah 36 orang plus enam orang Dewan Pengawas.

Ketua Umum Cendekiawan Muda Melayu Syu’ib dalam sambutannya menguraikan sejarah berdirinya organisasi ini. Menurut Syuib, dalam diskusi yang dilaksanakan sesama mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Riau dibahas kondisi masyarakat melayu saat ini yang sangat memprihatinkan baik dalam hal pendidikan, ekonomi maupun budaya.

‘’Selanjutnya, dilakukan diskusi bersama mahasiswa Fakultas Budaya dan Sastra Universitas Lancang Kuning, dan mereka juga memberikan pandangan yang sama. Akhirnya, munculah gagasan untuk membentuk organisasi yang akhirnya diberi nama Cendekiawan Muda Melayu,’’ jelas Syuib sambil menyebutkan, ide tersebut sebelumnya sudah didiskusikan dengan Ketua Lembaga Adat Melayu Riau Al azhar dan disambut baik.


 

Pelantikan Pengurus Pertama CMM

Minggu (23/6), Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Al Azhar lantik pengurus Cendikiawan Muda Melayu (CMM). Pelantikan berlangsung di Balai Adat Melayu. Panitia angkat tema, Melayu itu Aku dan Negeri Ku. Ini merupakan pelantikan pertama pengurus CMM. Pengurus berjumlah 36 orang ditambah 6 Dewan Pengawas.

Dalam laporan, Pebrizon, Sekretaris pelaksana pelantikan sekaligus ketua bidang Kemahasiswaan dan Kepemudaan, katakan semoga organisasi ini tidak berhenti di tengah jalan.

Syuib, Ketua Umum CMM dalam sambutannya menyampaikan sejarah tentang berdirinya Cendekiawan Muda Melayu. Bermula dari diskusi antar sesama Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau. Membahas kondisi masyarakat melayu saat ini yang sangat memprihatinkan baik dalam hal pendidikan, ekonomi maupun budaya. Berlanjut dengan diskusi bersama mahasiswa Fakultas Budaya dan Sastra Universitas Lancang Kuning, mereka juga memberikan pandangan yang sepemikiran.

Dari beberapa diskusi tersebut muncul gagasan untuk berusaha mengatasi permasalahan tersebut dengan membentuk suatu organisasi yang akhirnya diberi nama Cendekiawan Muda Melayu. Sebelum itu mahasiswa yang mempunyai gagasan sama terlebih dahulu menjumpai Ketua Lembaga Adat Melayu Riau, dengan tujuan meminta izin dan juga pertimbangan serta hajat. Hal ini disambut baik Ketua LAM Riau.

Pada 5 April 2013, diselenggarakan rapat pembentukan Cendekiawan Muda Melayu di Kampus Universitas Riau oleh Panitia Pembentukan Cendekiawan Muda Melayu.

Al Azhar berharap, Cendekiawan Muda Melayu agar benar-benar mampu menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya dan juga dapat mengaplikasikan pola aktifitas yang sesuai dengan budaya melayu dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga Cendekiawan Muda Melayu mampu jadi motor penggerak, dalam menyebarluaskan pemahaman atau pun segala hal yang berkaitan dengan budaya melayu di kalangan pemuda dan remaja.

“Cendekiawan diibaratkan sebagai orang yang berumah diatas angin, oleh sebab itu cendekiawan tidak boleh terbawa arus perpolitikan yang kadang kehulu kadang kehilir,” pesan Al Azhar. (rilis)


Diterbitkan oleh : Bahana Mahasiswa UNRI pada tanggal : June 30, 2013 
 

TARI MAK INANG PULAU KAMPAI

 Tari Mak Inang Pulau Kampai merupakan salah satu tari tradisional melayu. Jumlah penari dalam tarian ini paling sedikitnya dua orang, yakni laki-laki dan perempuan. Tari Mak Inang Pulau Kampai menceritakan pertemuan antara bujang dan dara, perjalinan kasih mereka, hingga akhirnya pasangan itu melangsungkan pernikahan.

1.      Asal-usul

Tari Mak Inang Pulau Kampai merupakan tarian dasar dalam tradisi melayu. Seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini telah mengalami perubahan, naun beberapa gerakan dasar tarian masih dipertahankan. Hal ni demi menjaga maksud dan pesan yang ingin disampaikan. Tari Mak Inang Pulau Kampai menggunakan tempo sedang, yaitu 2/4. Tempo ini disebut tempo rumba atau mambo  yang di kalangan orang-orang Melayu disebut tempo Mak Inang. Tari Mak Inang Pulau Kampai terdiri dari empat ragam dimana setiap ragam terdiri dari 8x8. Tiap-tiap ragam dibagi menjadi dua bagian, yang masing-masing bagian 4x8. Bagian kedua dari ragam-ragam tersebut merupakan pengulangan bagian pertama.

Masyarakat Melayu biasanya mementaskan tarian ini di dalam berbagai upacara dan acara-acara yang melibatkan banyak orang. Bagi masyarakat Melayu menyelenggarakan kenduri besar atau pesta panen setelah menuai padi menjadi suatu budaya yang berkesinambungan. Acara ini menjadi ajang berkumpul semua orang kampong, termasuk juga lajang dan dara yang sedang dalam proses mencari pasangan hidup (Tengku Mira Sinar, ed. 2009: 15). Proses pencarian jodoh dalam bingkai kearifan Melayu tersebut kemudian menjadi inspirasi dalam gerakan-gerakan Tari Mak Inang Pulau Kampai.

2.      Penari

Penari dalam Tari Mak Inang Pulau Kampai adalah sepasang anak muda laki-laki dan perempuan. Pemilihan penari tersebut menyesuaikan dengan tema yang diusung oleh tarian ini, yakni perjalinan kasih di antara dua anak muda.

3.      Ragam Gerakan

Tari Mak Inang Pulau Kampai bercerita tentang dara dan lajang yang sedang dalam proses mencari pasangan suami istri. Para penari memperagakan gerakan-gerakan yang memperlihatkan bagaimana pasangan muda-mudi tersebut berkenalan dan melakukan pendekatan satu sama lain dan hubungan mereka hingga ke jenjang pernikahan. Ada empat ragam gerakan dalam Tari Mak Inang Pulau Kampai. Pada ragam-ragam tersebut ada beberapa gerakan yang sama dengan gerakan sebelumnya, ada pula gerakan yang berbeda. Ragam-ragam gerakn Tari Mak Inang Pulau Kampai saling melengkapi dan berkolaborasi antara satu ragam dengan ragam yang lain. Ragam-ragam tersebut antara lain :

a.      Ragam 1

Ragam ini menggambarkan pertemuan antara laki-laki dan perempuan muda yang belum saling kenal. Keduanya memetik bunga yang ada di sekitar tempat tersebut untuk mencari perhatian dan mengisi waktu masing-masing. Ragam gerakan pada bagian ini dibagi menjadi dua, yaitu ragam 1A dan ragam 1B.

Ragam 1A

·         Gerakan penari di tempat, kaki berjalan, tangan melenggang, 1x8

·         Pada hitungan 1-4 maju penari melenggang serong kanan menuju garis tengah (garis bayangan) dan pada hitungan 4 kaki kiri tepat menginjak garis tengah. Bersamaan dengan itu posisi tangan kiri berada di depan dada, telapak tangan menghadap ke depan, ujung jari sejajar dengan sisi bahu sebelah kiri dan dilentikkan. Pada hitungna 5-8, mundur kembali ke semula dengan posisi tangan tidak berubah.

·         Maju beredar dalam hitungan 1x8 menuju ke sisi kanan pasangan dan saat melewati garis tengah membelok ke kanan. Tangan bergerak seolah memetik bunga. Caranya, pada hitungan 1 dan hitungan ganjil berikutnya, tangan kanan dinaikkan serong kanan atas dengan jari melentik, ujung jari menghadap ke atas, telapak tangan menghadap serong kanan depan dan tangan kiri diantarkan serong kiri bawah. Apabila ditarik garis bayangan dari ujung jari kanan ke ujung jari kiri merupakan garis lurus yang menyilang badan. Pada hitungan 2 dan hitungan genap berikutnya, tangan menyilang di depan badan setinggi pinggang dengan posisi pergelangan tangan kiri dan telapak kanan dikepalkan.

·         Maju beredar dalam hitungan 1x8 kembali ke tempat dengan edaran membentuk mata pancing atau huruf “s” terbalik. Tangan bergerak seolah memetik bunga dengan cara pada hitungan 1 dan hitungan ganjl berikutnya tangan kiri dinaikkan serong kiri atas dengan jari melentik, ujung jari menghadap ke atas, telapak tangan menghadap serong kiri depan, tangan kanan menghadap serong kiri depan dan tangan kanan diantarkan serong kanan bawah dengan jari melentik, telapak tangan menghadap serong kanan bawah. Pada hitungan 2 dan hitungan genap berkutnya, tangan menyilang di depan badan setinggi pinggang dengan posisi pergelangan tangan kiri di atas pergelangan tangan anan dan telapak tangan dikepalkan. Gerakan ini kebalikan dari nomor 3.

Ragam 1B

·         Gerakan di tempat, kaki berjalan, tangan melenggang, 1x8.

·         Pada hitungan 1-4 maju penari melenggang serong kiri menuju garis tengah (garis bayangan) dan pada hitungan 4 kaki kiri tepat menginjak garis tengah. Bersamaan dengan itu posisi tangan kiri berada di depan dada, telapak tangan menghadap ke depan, ujung jari sejajar dengan sisi bahu sebelah kiri dan dilentikkan. Pada hitungna 5-8, mundur kembali ke semula dengan posisi tangan tetap.

·         Gerakan ini sama dengan gerakan ragam 1A nomor 3.

·         Gerakan ini sama dengan gerakan ragam 1A nomor 4.

b.      Ragam 2

Gerakan pada ragam yang kedua menceritakan bahwa sepasang muda-mudi itu sudah mengenal satu sama lain, meskipun belum akrab. Keduanya mencari kepastian perasaan masing-masing sambil ajuk-mengajuk hati, menyelami sukma.

Ragam 2A

·         Gerakan di tempat, kaki berjalan, tangan melenggang. Pada hitungan 1 sampa 4 penari melenggang di tempat sambil turun/jongkok dengan arah serong kanan dan pada hitungan 5 sampai 8 perlahan-lahan kembali berdiri.

·         Sama dengan gerakan nomor 2 pada gerakan ragam 1A.

·         Pada hitungan 1 sampai 4 penari beredar menuju ke sisi kanan pasangan melewati garis tengah, tangan kiri lentik terkembang bergerak dari arah kiri atas menuju tengah badan. Sedangkan tangan kana melentik terkembang dengan ujung jari menghadap ke atas bergerak dari arah kanan bawah menuju ke garis tengah badan dan bertemu dengan tangan kiri sehingga membentuk silangan tangan depan badan dengan posisi tangan kanan berada di dalam.

Pada hitungan 5 sampai 8, penari membalikkan badan dan mundur. Tangan kiri langsung ke sisi kiri badan, tangan kiri penari laki-laki berkacak pinggang, sedangkan tangan kiri penari perempuan berada di pangkal paha. Adapun tangan kanan diputar berpatah Sembilan di depan dada, telapak tangan menghadap ke depan, ujung jari sejajar dengan sisi bahu sebelah kiri dan dilentikkan.

·         Penari maju beredar 1x8 kembali ke tempat dengan edaran membentuk mata pancing atau huruf “s” terbalik. Pada hitungan 1 sampai 4, tangan lentik terkembang ke kiri dank ke kanan dengan ujung jari menghadap ke depan.

Pada hitungan 4 sampai 8 tangan kanan berada di sisi kanan badan, tangan kiri penari laki-laki berkacak pinggang, sedangkan tangan kanan penari perempuan berada di pangkal paha atau menyingsingkan kan. Adapun tangan kiri berada di depan badan sebelah kanan setinggi pinggang dengan jari melentik, telapak tangan menghadap ke kanan, ujung jari serong ke atas kurang lebih 45 derajat.

Ragam 2B

·         Gerakan di tempat, kaki berjalan, tangan melenggang. Pada hitungan 1-4 penari melenggang di tempat sambil berjongkok menyerong ke kiri dan pada hitungan 5-8 penari berdiri dengan perlahan-lahan.

·         Gerakan sama dengan ragam 2A nomor 2.

·         Gerakan sama dengan gerakan ragam 2A nomor 3.

·         Gerakan sama dengan gerakan ragam 2A nomor 4.

c.       Ragam 3

Ragam gerakan ketiga menggambarkan penzahiran sikap serta sifat dari keduanya yang diungkapkan dengan gerakan memetik beberapa kuntum bunga. Si jejaka mengikuti memetik beberapa kuntum bunga kemudian merangkainya dengan gerakan pencak (bunga) silat. Maksud dari gerakan ini adalah untuk memperlihatkan bahwa ia dapat melindungi sang dara, menjadi pengayom, dan dapat menjadi patriot bangsa. Karangan bunga tersebut kemudian diserahkan kepada si dara. Si dara menerima karangan bunga tersebut dengan penuh kepercayaan sebagai cerminan kasih yang berbalas. Gerakan-gerakan pada raga mini, yaitu:

·         Penari perempuan: bergerak turun atau jongkok secara perlahan 1x8 dan perlahan naik 1x8. Tangan bergerak lemah gemulai menggambarkan sedang merangkai bunga. Pada hitungan 1, tangan kanan bergerak ke samping kanan. Pada hitungan 2, tangan kanan ke tengah/dalam. Pada hitungan 3, tangan ke depan. Pada hitungan 4, tangan kembali ke tengah/dalam. Pada hitungan 5, tangan kiri ke samping kiri. Pada hitungan 6 tangan kiri ke tengah/dalam. Hitungan 7 tangan kiri ke depan, dan hitungan 8 tangan kiri kembali ke tengah/dalam.

·         Penari laki-laki: gerakan di tempat hitungan 1x8 dengan gerakan puncak (bunga) silat yang mengambarkan memetik satu atau dua tangkai bunga, kemudian diangkat dan dirangkai.

·         Pada hitungan 1x8 berikutnya, penari maju menuju pasangan dan meyerahkan karangan bunga yang telah dirangkai, yaitu pada hitungan 1 sampai 4 maju dan hitungan 5 sampai 8 mundur kembali ke tempat semula.

·         Pada hitungan 1 sampai 4 penari beredar menuju garis tengah, hitungan 5 dan 6 mundur melingkar dengan sisi kanan badan sebagai poros, hitungan 7 dan 8 kembali maju melingkar dengan sisi kanan sebagai poros. Tangan kiri berada di sisi kiri badan; tangan iri penari laki-laki berkacak pinggang, sedangkan tangan kiri penari perempuan berada di pangkal paha atau menyingsingkan kain. Adapun tangan kanan berada di kiri depan badan setinggi pinggang, jari melentik, telapak tangan menghadap ke kiri, ujung jari serong ke atas sekitar 45 derajat.

·         Sama dengan gerakan ragam 2A nomor 4.

d.      Ragam 4

Gerakan-gerakan pada ragam 4 menggambarkan tumbuhnya saling pengertian di antara keduanya, kemudian mereka bersepakat untuk memohon restu kepada kedua orangtua mereka untuk menjalin hubungan pernikahan.

Ragam 4A

·         Melenggang di tempat dalam hitungan 1x8.

·         Pada hitungan 1-4, penari melenggang maju serong kanan menuju garis tengah dan pada hitungan 4 kaki kiri tepat menginjak garis tengah. Pada hitungan 5-8 penari mundur kembali ke tempat semula dengan tetap melenggang.

·         Pada hitungan 1-4, penari maju melenggang manuju garis tengah, kemudian pada hitungan 5 berbelok ke kanan dan maju, hitungan 8 badan berbalik dari kiri denan kaki kiri menyilang di belakang kaki kanan sembari membuka tangan lentik terkembang berpatah Sembilan.

·         Sama dengan gerakan ragam 2A nomor 4.

Ragam 4B

·         Penari melenggang di tempat pada hitungan 1x8.

·         Pada hitungan 1-4, penari melenggang maju serong kiri menuju garis tengah dan pada hitungan 4 kaki kiri tepat menginjak garis tengah, hitungan 5-8 mundur kembali e tempat semula dengan tangan tetap melenggang.

·         Sama dengan gerakan ragam 4A nomor 3.

·         Sama dengan gerakan ragam 4A nomor 4.

“Garis Edar Tari Mak Inang Pulau Kampai”
 

4.      Musik Pengiring

Beberapa lagu dan music Melayu menjadi pengiring Tari Mak Inang Pulau Kampai, beberapa lagu yang dapat mengiringi tarian ini, yaitu Lagu Mak Inang Pulang Kampung, Seringgit Dua Kupang, Mak Inang Hang Tuah, dan beberapa lagu lain yang mempunyai tempo sama dengan lagu-lagu tersebut.

5.      Nilai-nilai

Selain menjadi salah satu kekayaan budaya masyarakat Melayu, Tari Mak Inang Pulau Kampai juga mempunyai nilai-nilai yang dapat diambil manfaatnya antara lain:

a.      Nilai Keindahan

Keindahan yang muncul dalam Tari Mak Inang Pulau Kampai berasal dari kombinasi ragam gerakan, alunan music, dan kemahiran dalam menarikan tarian ini. Tari Mak Inang Pulau Kampai membutuhkan gerakan yang lincah dan lembut dari para penari. Iringan music yang digunakan dalam Tari Mak Inang Pulau Kampai adalah lagu-lagu Melayu yang terkenal indah dan merdu.

b.      Nilai Kearifan Lokal

Tari Mak Inang Pulau Kampai bercerita tentang proses bujang dan dara untuk menemukan pasangan hidup hingga ke pernikahan. Melalui tarian ini terlihat bahwa masyarakat Melayu mempunyai kearifan tersendiri mengena masalah mencari pasangan atau calon suami/istri.

c.       Nilai Pelestarian Budaya

Tari Mak Inang Pulau Kampai merupakan salah satu kekayaan budaya Melayu yang memperkaya khazanah budaya Indonesia. Pelestarian tarian ini menjad penting artinya sebagai salah satu upaya untuk melestarikan tradisi dan kebudayaan Melayu secara umum. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka pelestarian Tari Mak Inang Pulau Kampai adalah dengan member ruang pementasan bagi para penari tarian tradisional Melayu. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan mengajarkan tarian ini kepada generasi muda

6.      Penutup

Tari Mak Inang Pulau Kampai menjadi salah satu kekayaan budaya Nusantara. Pelestarian tari ini akan berlangsung seiring perkembangan tarian itu sendiri dan bagaimana masyarakat melestarikan seni tari ini. Pelestarian budaya, termasuk Tari Mak Inang Pulau Kampai, tentunya memerlukan partisipasi dar berbagai pihak.

"Diketik ulang dari melayuonline.com oleh Asma Aini, KABID Pemberdayaan Perempuan CMM"

*semoga bermanfaat dan jangan lupa tinggalkan komentar yaa ^_^

 

PULAU PENYENGAT DAN SITUS SEJARAH DI SEKITARNYA

Pulau Penyengat adalah sebuah pulau yang kecil yang terletak di Kecamatan Tanjung Pinang. Dengan luas yang tidak lebih dari 3,50 Km, pulau ini memiliki relief yang berbukit-bukit. Untuk mencapai daerah ini bisa melalui jalur udara dan air. Tapi tak jarang para pelancong dalam maupun luar negeri yang memilih untuk melewati jalur udara dan singgah di Kota Batam untuk berbelanja dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Kota Tanjung Pinang dengan kapal yang memakan waktu lebih kurang 45 menit.

Dari pelabuhan Tanjung Pinang kembali menggunakan perahu kecil yang menggunakan mesin genset untuk menyebrang ke Pulau Penyengat sekitar 10-15 menit perjalanan.

Menurut cerita, pulau ini sudah lama dikenal oleh para pelaut sejak berabad-abad yang lalu karena menjadi tempat persinggahan untuk mengambil air tawar yang banyak  tersedia di pulau ini. Asal nama penyengat sendiri memiliki history yakni pernah ketika pelaut-pelaut yang sedang mengambil air bersih di tempat itu diserang oleh semacam lebah yang dipanggil “penyengat” hingga membawa korban. Sejak peristiwa itu pulau ini terkenal dengan panggilan Pulau Penyengat.

Penyengat menyimpan banyak sejarah. Terutama bagi perkembangan sejarah kerajaan melayu yang ada di Riau. Letaknya yang strategis untuk pertahanan negeri Riau, Pulau Penyengat telah berkali-kali menjadi medan pertempuran, termasuk perang Riau dengan Belanda. Benteng-bentang pertahanan yang bergaya ala Portugis masih dapat dilihat hingga sekarang meskipun beberapa bentuknya tidak utuh.

Beberapa situs sejarah yang masih dapat ditemui di Pulau Penyengat yakni :

a.      Mesjid Pulau Penyengat

Mesjid ini memiliki keunikan tersendiri, yakni penggunan putih telur sebagai campuran kapur untuk memperkuat beton kubah menara dan bagian tertentu dari mesjid. Terdiri dari 4 buah tiang beton dan pada tiap-tiap penjuru dibangun menara tempat bilal mengumandangkan azan. Terdapat juga 13 buah kubah, dan jika dijumlahkan dengan 4 menara tersebut diatas maka berjumlah 17 yang memiliki makna banyak raka’at sholat wajib bagi umat islam.

Di dalam mesjid terdapat beberapa peninggalan sejarah, salah satunya Alqur’an yang sudah tua, serta mimbar yang masih terlihat kokoh. Sedangkan di luar mesjid terdapat bangunan yang khusus di bangun untuk tempat istirahat atau “ngobrol” bagi jemaah yang sedang menunggu waktu sholat, sehingga ketika sudah berada di dalam mesjid tidak ada lagi yang mengeluarkan suara.

b.      Makam Engku Puteri Permaisuri Sultah Mahmud

Makam Engku Puteri terletak di daerah yang disebut “Dalam Besar”. Pusaranya dikelilingi tembok. Di tengah-tengah tembok terdiri dari sebuah bangunan dan makam Engku Puteri terdapat di dalam bangunan tersebut. Di komplek makam Engku Puteri di temui pula makam tokoh-tokoh kerajaan di Riau, seperti makam Raja Haji Abdullah (Marhum Mursyid, Yang dipertuan Muda Riau-Lingga IX) , makam Raja Ali Haji (pujangga Riau), dan makam kerabat-kerabat Engku Puteri lainnya.

Engku Puteri memiliki nama asli Raja Hamidah adalah Putri Raja Haji yang terkenal dalam sejarah Riau-Lingga, Johor dan Pahang. Raja Hamidah kemudian menjadi permaisuri Sultan Mahmud dan dihadiahkan Pulau Penyengat sebagai mahar perkawinan mereka. Engku Puteri pada masanya merupakan wanita yang memiliki pengaruh besar dalam silsilah kerajaan melayu. Ia menjadi orang yang dipercaya untuk mengesahkan kependudukan seorang Raja di kerajaan melayu sekitar Riau-Lingga, Johor dan Pahang.

c.       Bekas Istana Raja Haji Ali Marhum Kantor

Komplek bekas istana Marhum Kantor ini hampir sebesar lapangan sepak bola. Terlihat dari luar gedung, bangunan ini dikelilingi tembok.

d.      Makam Marhum Kampung Bulang

Makam Marhum Kampung Bulang ( Raja Abdul Rahman Yang dipertuan Muda ke VII) terletak pada sebuah lereng bukit beberapa ratus meter di belakang mesjid Pulau Penyengat. Makam ini dikelilingi dengan tembok yang memiliki ukiran timbul. Bukit tempat makam Raja Abdul Rahman itu sendiri hingga saat ini di kenal dengan Bukit Kursi.

e.      Gudang Mesiu atau Gudang Obat Bedil

Bangunan yang tidak seberapa besar ini masih terlihat utuh dan telah dilakukan pemugaran. Bangunan beton berdinding t ebal ini dijadikan tempat penyimpanan mesiu dan obat bedil.

f.       12 Kubu (Benteng dan Parit-parit Pertahanan)

Pusat perbentengan ini terletak di Bukit Kursi dan di Penggawa. Benteng yang langsung menghadap Teluk Riau ini dilindungi oleh parit-parit pertahanan. Konstruksi benteng ini sangat sempurna dan merupakan peninggalan terbaik untuk mempelajari sistem pertahanan di abad ke-18. Pada mulanya di benteng-benteng ini terdapat lebih kurang 90 pucuk meriam berukuran cukup besar. Namun yang tertinggal hanya 4 benteng di Bukit Kursi, konon yang selebihnya telah diangkut ke Singapura, dijual sebagai besi tua oleh Pemerintahan Belanda dan sebagian lagi dibawa ke Tanjung Pinang sebagai hiasan pinggir-pinggir jalan dan sekitar kantor Pemerintahan.

Di Pulau Penyengat juga terdapat situs budaya rumah adat melayu Kepulauan Riau. Bangunan ini telah mengalami pemugaran. Bagian yang unik dari rumah adalah pada atap terdapat ornamen berbentuk tiang lurus yang dimaknai sebagai “alif” dalam agama islam. Untuk mengelilingi Pulau Penyengat dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan fasilitas becak motor. Hanya dengan membayar sekitar 20 ribu rupiah, dapat berkeliling Pulau Penyengat untuk melihat situs sejarah dan sambil melihat kehidupan berbudaya masyarakat tempatan.

Selain Pulau Penyengat, di sekitar wilayah Kota Tanjung Pinang yang terletak di Pulau Bintan ini, terdapat situs sejarah sungai Carang dan makam Daeng Marewah (Marhum Mangkat di Sungai Baru). Menurut sejarahnya, sungai carang merupakan asal muasal pemberian nama negeri Riau dimana pada masanya sungai ini bernama Riuh atau rioh yang berarti ramai atau ribut.

Di bagian darat kota Tanjung Pinang juga dapat di temui makam Daeng Celak (Marhum Mangat di Kola). Kedua daeng ini berasal dari Pulau Sulawesi dan memiliki hubungan kerajaan dengan Riau-Lingga, sehingga keduanya di pertuan muda karena telah menaklukkan daerah yang ada di tempat itu. Terdapat juga bangunan museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah. Bagian depan museum terpajang 4 kepala patung pembesar di Tanjung Pinang, patung meriam, dan lukisan yang menggambarkan suasana peperangan Raja Haji dengan Belanda di teluk Riau. Sedangkan di dalam gedung terdapat peninggalan-peninggalan kerajaan melayu Riau-Lingga, foto-foto bersejarah, ornamen pernikahan adat melayu, pakaian adat hingga 3 pasang patung yang menjadi penduduk dan memiliki sejarah di kota Tanjung Pinang, yakni etnis Melayu, China, dan Orang Keling.
 
 
Copyright © 2013. CMM Riau - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger